Lalu, begini. Kini saya ada di belakang netbook ini dan menulis tentangmu. Saya harap kamu tidak merasa keberatan dengan nama barumu dan semoga kamu suka.
Ada cangkir berisi teh rasa lemon di depan saya dengan gula yang tidak saya aduk. Kenapa tidak diaduk? Saya malas mengaduknya? Biarkan ia larut sendiri. Sama seperti cinta, kadang kamu harus biarkan cinta itu larut.
Lalu saat ini saya sudah larut ke dalam matamu yang hitam dan bibirmu yang tertawa. Saya begitu terbius dengan kata-kata dalam tulisan-tulisanmu, yang begitu indah. Apalagi ketika kau menggambarkan-- ah sudahlah.
Kamu tahu saya suka hujan, lalu saya begitu tergila-gila denganmu-- Kamu begitu memesona saya. Kamu buat saya jatuh cinta lagi terhadap kehidupan, rasa ini membuat saya begitu sembuh --sembuh total.
Untuk menjalani kembali hari-hari saya. Entah kenapa saya merasa begitu tolol, saya tidak bisa memilikimu. Dengan banyak alasan. Semoga ini tidak berlebihan.
Tapi tidak apa, saya mau mencinta. Dan kamu tetaplah di sana, tetaplah dengan keberadaanmu, tetaplah seperti sedia kala, seperti sebelum saya menemukanmu di balik rumput hijau.
Lalu, saya memanggilmu ilalang. Kalau kamu tanya? Kenapa saya memanggilmu ilalang. Karena kamu tumbuh liar diantara rumput hijau.
Kamu datang dengan liar lalu memesona. Begitu saja.
No comments:
Post a Comment