»

Friday, April 5, 2013

Kenapa Jatuh Cinta



Kenapa disebut “jatuh cinta” kenapa bukan “bangun cinta” atau “bangkit cinta” sebuah pertanyaan ini muncul dari seorang teman, awalnya iseng tapi dia lalu menantang saya untuk menuliskannya.

Kembali ke kata “jatuh” pada kata “jatuh cinta” di wikipedia menulis seperti ini:

In romantic relationships, falling in love is mainly a Western concept of moving from a feeling of neutrality towards a person to one of love. The use of the term "fall" implies that the process is in some way inevitable, uncontrollable, risky, irreversible, and that it puts the lover in a state of vulnerability, in the same way the word "fall" is used in the phrase "to fall ill" or "to fall into a trap". The term is generally used to describe an (eventual) love that is strong.

Maka terjemahan bebasnya adalah: “jatuh cinta” adalah sebuah konsep yang mengubah perasaan netral seseorang kepada seseorang lainnya karena cinta. Kata “jatuh” sendiri menyiratkan sebuah proses yang tidak terelakkan, tidak dapat dikontrol, beresiko, dan ireversibel. Dalam hal ini kita bisa menempatkan kekasih kita dalam keadaan rentan. “jatuh cinta” juga sama dengan “jatuh sakit” atau “jatuh dalam perangkap”. Istilah “jatuh cinta” juga sering sekali digunakan untuk mengungkapkan perasaan yang kuat terhadap seseorang.

Kesimpulan saya: kata “jatuh” biasanya terjadi kepada sesuatu/seseorang yang kehilangan keseimbangan atau tidak punya pertahanan yang kuat. Sayang sekali kita tidak bisa mengontrol perasaan ini. Sehingga kita selalu “jatuh”.

Begitupun dengan saya, saya akan “jatuh cinta” ketika tidak punya pertahanan yang kuat. Kekasih yang saya jatuhi pun tidak punya pertahanan ini. Sebaliknya ketika kekasih saya “jatuh cinta” terhadap saya. Dia pun tidak punya pertahanan yang kuat.

Anggap saja kekasih saya adalah hujan. Ketika hujan “jatuh”, dia tidak punya pertahanan yang kuat. Tapi dia percaya bahwa bumi dan tanah akan menerimanya. “jatuh cinta” mengandung resiko: diterima atau tidak diterima. Kalau tidak diterima ada kemungkinan kita mengalami “luka cinta” karena kata “jatuh” resikonya adalah “luka.”

Anak kecil yang sedang  belajar berjalan pun sering “jatuh” ketika merangkak, lalu berjalan. Tetapi mereka menyenanginya. Karena ketika dia tidak “jatuh”, sampai kapanpun dia tidak akan belajar berjalan.

Sampai di titik ini, kesimpulan saya—bukan akhir dari segala sesuatu:


Ketika “jatuh” sudah resiko kamu akan terluka. Tetapi tanpa “jatuh” dan menjadi “luka” sampai kapanpun kamu tidak akan pernah belajar sesuatu.

Tidak ada yang lebih menyenangkan ketika kita “falling into love” atau “jatuh cinta” saya akan memilih untuk “jatuh” kepada “cinta” ketimbang “jatuh” kepada “obat-obat terlarang” atau pun “minuman keras”.

“jatuh cinta” yang menyebabkan “luka cinta” tidak akan membuat hidupmu berakhir atau mati. Itu hanya fase hidup. Kita nama-kan saja fase belajar.

Setelah “jatuh” “luka” yang perlu kamu lakukan adalah belajar membalut luka itu sendiri atau dengan bantuan orang lain.

Terakhir, berani untuk “jatuh cinta” sebanyak mungkin.

Jangan terlalu percaya kata-kata saya. Percayalah kata hatimu sendiri.

No comments:

Post a Comment