»

Tuesday, April 9, 2013

Saya dan Kamu yang Tidak akan Pernah Dapat Menjadi Kita


Pagi ini...
Masih berkabut. Saya masih mencoba katupan mata. Pikiranku sudah berpendar kemana-mana, tapi yang kutemukan hanya sepi. Tidak seperti kemarin kemarin. Tidak seperti pagi yang lalu. Karena kamu...
Menghilang seperti kabut. Meninggalkan setitik air yang menghangat. Berbeda dengan embun yang menyegarkan daun. Tetapi kamu meninggalkan se-jentik air yang menghangat di pelupuk mata.

Pagi ini.
Masih berkabut. Saya coba membuang kebiasaan itu. Kebiasaan yang menyebalkan sewaktu saya masih bersamamu. Tetapi sekarang ada setitik rindu yang terbangun namun sadar kamu sudah lenyap. Saya mencoba untuk mengkira-kira apa yang kamu lakukan pagi ini. Apakah masih sama seperti biasa atau kamu melakukan hal yang lain. Kamu sering berkata jangan suka mengira, gunakan kontemplasi-mu saja. Tapi kamu harus tau, inilah saya... Hidup dengan membayangkan. Tanpa berani bertanya langsung padamu, sedang apakah kamu pagi ini?

Apakah kamu...
Duduk menghadap jendela kamarmu yang terbuka. Pikiranmu menerawang sambil menutup mata. Membiarkan pohon dan udara haru menyaksikan hari-hari lampau bergetar di jari-jari, lengan, dan bahumu. Memikirkan saya...
Sayang, kamu bukanlah saya. Tidak ada sedikitpun saya dalam rongga kepalamu. Tidak seperti saya yang menghabiskan waktu, memikirkan sedang apa kamu dikamarmu, apa kamu mengingatku, apa warna bajumu hari ini, apa kamu memimpikanku.

Ataukah pagi ini kamu...
Mandi dan menangis merasakan air kedinginan dan kesepian luar biasa, seperti sayupan rindu  pohon-pohon kepada daun-daunnya yang hanyut di air kali dan tersangkut entah di mana sambil meresahkanku dalam kejauhan ini.
Sayang, kamu bukanlah saya. Tidak ada sedikitpun saya bahkan dalam aliran air mandimu. Yang kamu pikirkan bagaimana saya tidak terlambat hari ini. Tidak seperti saya yang menangis dalam diam gemericik air hangat dan sabun tidak bisa menyembunyikan rasa kehilanganku padamu. Sebelum dan sesudah ini akan sama saja. Sepi...
Karena tidak ada kamu.

Atau asumsiku benar pagi ini...
Kamu belum bangun dari tempat tidur dengan selimut penuh buah ceri yang menguak di bagian dada. Di langit-langit kamarmu, neon yang  belum tidur kamu bayangkan sebagai mataku yang memendarkan kenangan.
Sayang, bahkan warna selimutmu saya pun belum tahu. Saya ingin bertanya namun kamu tidak mau menjawab. Tidak mau mengenal saya lagi. Saya terlalu berharap. Mendengar kisahmu seharian. Mengeluh padaku. Menceritakan separuh bebanmu. Saya rela, saya rela mendengarkannya. Tetapi bahkan kenangan itupun tidak ada. Tidak ada wajahku di lampu tidurmu. Tidak pernah ada.

Atau, kalau saya boleh berharap, bermimpi...
Kamu sedang duduk membuka komputer, membaca tulisan ini, dan menemukan kita pada setiap kata, dan kamu tersenyum. Menemukan kisah kita dalam tulisan saya. Dan tahu siapa saya dan siapa kamu.
Sayang, itu cuma harapan, mimpi. Bahkan mengingat namaku saja membutuhkan waktu 3 menit. Tidak seperti saya yang selalu terkena elektra menyengat setiap saja melihat namamu.


Saya tahu kita ada dalam dunia yang berbeda...
Sehingga saya dan kamu tidak bisa menjadi kita...
Tapi saya minta..
Bolehkah saya memunguti setiap kenangan yang ada dan menyatukan dalam bingkai?
Setelah itu saya akan kunci dan saya akan buang kuncinya itu jauh jauh.
Supaya tidak akan ada lagi kita..
Yang ada hanyalah saya yang tidak tahu siapa itu kamu.

No comments:

Post a Comment