»

Friday, April 19, 2013

Keputusan Tersulit


Hei KAMU.
Kamu tahu?
Ini sakit loh! Sakit sekali. Seperti mencabut sesuatu yang tertikam dalam-dalam. Tapi ini semua harus dicabut, tidak boleh dibiarkan supaya saya tidak mati berdarah-darah dan lukannya membusuk karena tikaman dalam yang dibiarkan saja supaya saya tidak sakit saat ini.

Saya tidak tahu kenapa. Setelah hari itu berbicara sangat jelas dan klise kamu tidak bisa menjadi sesuatu dalam hidup saya, kamu tidak mau beranjak dari sana. Seolah memberi saya seberkas sinar yang redup padam kadang terang dan redup lagi. Apa kamu tidak sadar saya lelah dengan semuanya...

Saya tahu, munafik kalau bilang saya menganggap semua itu tidak ada dan sia-sia. Bohong, kalau saya tidak pernah menganggap kamu ada. Tapi yang penting sekarang, bagaimana saya menyobek lembaran itu dan menyimpan kenangan yang baik saja tentang kamu dan memulai lembaran baru lagi dengan rasa yang berbeda, aroma yang berbeda, aroma abadi yang tiada berakhir yang bernama lingkaran pertemanan.
Bukankah itu lebih baik? Sangat baik?
Saya tidak usah menunggu dan mengejar, kamu juga tidak usah merasa bersalah seolah memberi harapan. Semuanya sudah klise sangat jelas dan real.

Hari itu kamu membuat semua itu abstrak lagi. Membuat saya terjatuh lagi dan berpikir lagi, saya tidak bisa kehilangan kamu. Sudah terheliosentris dan butuh kamu..
Tapi sekarang saya ingin memberikan keputusan tersulit yang pernah saya buat.
Keputusan yang entah mungkin saya sesali atau saya tangisi dikedepannnya, atau bahkan membuat saya sangat lega dan bebas..
Saya tidak tahu...
Namun apapun yang terjadi saya harus membuat keputusan tersulit ini. Saya memutuskan untuk melepas kamu pergi dan menarik sauhku untuk berlayar lagi. Tidak peduli kamu akan berteriak atau berbisik pada angin untuk menahanku diam. Saya akan tetap pergi...
Saya yakin kamu akan baik baik saja, karena pada awalnya kamu memang tidak akan pernah ada untuk saya... Dan tidak ada rasa untuk saya...

Kalau tidak dengan cara seperti ini, saya akan selalu meminta kamu untuk mencintai saya.. Mungkin tanpa saya sadari semua yang kamu lakukan adalah karena seolah saya meminta atau kamu yang terlalu baik untuk mencoba. Jadi carilah orang yang tidak pernah meminta apa-apa, tapi kamu mau memberikan segala-segalanya. Saya cuma ingin melepas kamu pergi. Sebelum kita berdua berontak, dan jadi saling benci. Atau bersama-sama cuma karena menghargai.
Saya harap kamu mengerti... Jadi bukan karena saya tidak mau melihatmu lagi... Saya mau jadi teman kamu.. Tapi nanti, sampai hati ini bisa yakin bahwa tidak ada perasaan yang keluar dari sana setelah melihatmu lagi.

Saya lelah menahan-nahan rasa dan membebat erat rasa yang keluar meranggas dengan sendirinya. Yang nantinya mungkin akan tumbuh dengan garang mencekik saya karena saya tidak tegas dalam memberi keputusan. Mungkin terdengar terlalu mengaggungkan apa yang dinamakan harga diri. Tetapi saya memang tidak mau membiarkan sakit yang hanya ditunda untuk menjalar. Jadi saya putuskan sekarang untuk tidak menghubungi kamu..

Kamu perlu ingat..
Hati tidak pernah memilih. Hati dipilih. Jadi, kalau kamu bilang, kamu nyaman dengan saya dan tidak akan melupakan saya, selamanya kamu tidak akan pernah tulus mencintai saya. Karena perasaan itu beda dengan rasa cinta.. Karena hati tidak perlu memilih. Ia selalu tahu ke mana harus berlabuh..

Saya percaya suatu saat nanti kita akan bahagia. Kita punya kesempatan untuk dipilih cinta, dan berserah pada aliran yang membawanya. Ke mana pun itu. Hati selalu tahu... Karena cinta dan hati itu sama...
Sama-sama bebas, seolah tanpa tujuan.
Namun, angin selalu bergerak ke satu tempat dan yang kita butuhkan hanya kejujuran. Kejujuran yang seolah bergerak bersama- sama, langit pun mulai merintikkan hujan sampai apa yang lama tak terungkap akhirnya pecah, meretas, dan Bumi melebur bersamanya. Walau sulit sekali, tapi saya melepaskanmu untuk hari ini, esok dan selamanya...

Untuk kesekian kalinya saya bilang, saya sayang kamu, tolong jaga dirimu baik-baik.
Sampai jumpa lagi nanti.

No comments:

Post a Comment